Kami resmi memulai proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Bali Urban Subway pada Rabu (4/9/2024). Kami menginisiasi proyek ini dengan investasi awal sebesar 10,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp166,4 triliun (Rp167 triliun).
Direktur Utama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), Ari Askhara, menerangkan bahwa proyek ini mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan nilai-nilai Tri Hita Karana, yaitu menjaga keseimbangan hubungan dengan Sang Pencipta, sesama manusia, dan alam.
Untuk mewujudkan komitmen terhadap nilai-nilai tersebut, kami akan menggunakan konstruksi infrastruktur bawah tanah untuk Bali Urban Subway. Konstruksi ini kami nilai paling sesuai dengan kondisi geografis dan budaya Bali.
Baca Juga : Syarat CASN Perbolehkan Pakai Materai Tempel, Kantor Pos Mendadak Ramai Hingga Ludes 3000 Lembar
“Serta menjaga keasrian lingkungan,” kata Ari.
Ari menjelaskan bahwa kami merencanakan pembangunan proyek ini dalam empat fase. Fase Satu akan mencakup rute dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Kuta Sentral Parkir, Seminyak, Berawa, dan Cemagi, dengan panjang total 16 kilometer.
Selanjutnya, kami akan membangun Fase Dua sepanjang 13,5 kilometer yang membentang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Jimbaran, Unud, dan Nusa Dua. Sementara itu, Ari menyebutkan bahwa Fase Tiga dan Fase Empat masih dalam tahap studi kelayakan.
Baca Juga : Warga Aceh Disekap dan Diculik Akibat Tak Bayar Utang Sebesar Rp 370 Juta
Pada awal Agustus lalu, Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov) dan sejumlah pihak terkait mengadakan rapat persiapan menjelang di mulainya pembangunan kereta bawah tanah Bali Subway. Pemprov Bali telah melakukan rapat persiapan bersama Kantor ATR/BPN Provinsi Bali, Pemkab Badung, PT Jamkrida Bali Mandara, PT Bali Kerti Development Fund Ventura (BDF), dan PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ).
Tim teknis di minta untuk memastikan kelancaran proyek sesuai ketentuan yang berlaku dengan menyusun daftar periksa dokumen penting untuk memberikan kepastian hukum.