Jakarta (Lensagram) – Meskipun aturan tentang antidiskriminasi tenaga kerja sudah lama diberlakukan di Indonesia, nyatanya kasus diskriminasi di dunia kerja masih terus terjadi. Mulai dari diskriminasi berdasarkan usia, gender, disabilitas, hingga status pernikahan, masih banyak pekerja yang merasa tidak mendapatkan perlakuan adil.
Padahal, pemerintah telah mengatur larangan diskriminasi di tempat kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta berbagai aturan turunan lainnya.
Fakta Lapangan: Aturan Masih Kurang Ditegakkan
Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang 2024 tercatat lebih dari 2.300 laporan terkait diskriminasi tenaga kerja, namun hanya sekitar 17% yang ditindaklanjuti secara hukum.
Aktivis ketenagakerjaan dari Lembaga Advokasi Pekerja Indonesia (LAPI), Rina Suryani, menyebut bahwa banyak perusahaan masih mengabaikan aturan tersebut, baik secara sengaja maupun karena kurangnya pengawasan.
“Masih ada perusahaan yang menolak pelamar karena usia di atas 35 tahun, atau karena perempuan belum menikah. Ini jelas diskriminasi, tapi sulit dibuktikan secara hukum,” ujarnya.
Pengalaman Nyata Pekerja
Sarah (28), seorang penyandang disabilitas lulusan S1, mengaku sudah melamar ke lebih dari 20 perusahaan tetapi tidak pernah dipanggil wawancara setelah menyebutkan kondisi fisiknya.
“Semua persyaratan saya penuhi, tapi begitu tahu saya pakai tongkat bantu jalan, mereka bilang posisi sudah terisi,” katanya.
Kisah serupa juga dialami Riko (41) yang mengaku sulit mendapatkan pekerjaan setelah keluar dari pekerjaannya tahun lalu. “Banyak lowongan yang membatasi usia maksimal 35 tahun, saya langsung tersisih.”
Baca Juga : Status BPJS Nonaktif Tapi Masih Ditagih? Ternyata Ini Alasannya!
Regulasi Ada, Tapi Butuh Penegakan
Pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia, Prof. Bambang Hadi, menegaskan bahwa aturan tanpa penegakan adalah sia-sia.
“Pemerintah harus lebih serius memberi sanksi tegas pada perusahaan yang terbukti mendiskriminasi. Selain itu, edukasi publik juga penting agar pekerja tahu hak mereka,” jelasnya.
Upaya Pemerintah dan Harapan ke Depan
Kemnaker sendiri menyatakan akan memperkuat pengawasan ketenagakerjaan digital melalui laporan daring dan kanal pengaduan resmi. Selain itu, rencana revisi UU Ketenagakerjaan juga akan memasukkan sanksi administratif lebih jelas untuk kasus diskriminasi.
Pemerintah juga mendorong perusahaan untuk menerapkan kebijakan inklusi tenaga kerja sebagai bagian dari ESG (Environmental, Social, and Governance).
Kesimpulan:
Meski aturan antidiskriminasi sudah ada, penerapannya di lapangan masih jauh dari harapan. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil, setara, dan terbuka bagi semua.
Baca Juga : 100 Pelajar Depok Dikirim ke Militer Hari Ini, Ternyata Ini Tujuannya!