Kejaksaan Agung menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap artis Sandra Dewi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 pada hari Rabu (15/5).
Penyidik memanggil Sandra Dewi untuk pemeriksaan kedua kalinya, setelah sebelumnya dipanggil pada Kamis (4/4) yang lalu.
“kita ada panggilan kepada yang bersangkutan (Sandra Dewi) jam 09.00 pagi ini,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana saat di konfirmasi.
Ketut tidak membeberkan lebih lanjut tentang materi pemeriksaan yang akan di gali oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Dia juga menyatakan bahwa belum mengetahui apakah istri dari tersangka Harvey Moeis akan hadir dalam pemeriksaan nanti atau tidak.
Baca Juga : Surat Tilang ETLE Bakal Dikirim Lewat WhatsApp, Ternyata Ini Alasannya
“Kami belum dapat konfirmasi mengenai kehadiran yang bersangkutan,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bintang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi, mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Sandra Dewi di lakukan untuk mengklarifikasi sejumlah rekening yang telah di sita sebelumnya.
“Kami lakukan pemanggilan terhadap saksi SD dalam rangka untuk meneliti terhadap beberapa rekening yang telah kami blokir beberapa tempo hari,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/4).
Melalui pemeriksaan tersebut, Kuntadi mengatakan bahwa di harapkan nantinya akan dapat diketahui rekening mana saja yang digunakan oleh Harvey dalam kasus korupsi timah.
“Mana yang di duga ada kaitannya dengan tindak pidana yang di lakukan oleh saudara HM dan mana yang tidak terkait,” tuturnya.
“Sehingga di harapkan kami tidak melakukan tindakan kesalahan penyitaan,” imbuhnya.
Baca Juga : KPK Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Sebagai Pelaku Pungli di Rutan
Total 21 tersangka telah di tetapkan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, hingga Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo, Kejagung menyebutkan bahwa nilai kerugian ekologis dalam kasus ini di perkirakan mencapai Rp271 Triliun.
Tiga jenis nilai kerusakan lingkungan terdiri dari kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan yang mencapai Rp12,1 triliun.
Meskipun demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Saat ini, penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi tersebut.