Jakarta (Lensagram) – Pemerintah Indonesia berencana membuka kembali pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, pada tahun ini.
Keputusan ini akan mengakhiri moratorium yang telah berlangsung sejak 2015.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, mengungkapkan bahwa penandatanganan nota kesepahaman (MoU) akan dilakukan pada 20 Maret 2025.
Baca Juga : Aplikasi Rumah Pendidikan Resmi Hadir di 2025, Gantikan Platform Merdeka Mengajar
Dalam konferensi pers pada Jumat (14/03), Karding menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto mendukung penuh rencana ini.
Jika semua berjalan lancar, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi diperkirakan akan dimulai pada Juni 2025.
Peluang Kerja dan Kenaikan Gaji
Menurut Karding, pemerintah Arab Saudi telah membuka 600.000 lapangan pekerjaan, yang terdiri dari 400.000 posisi di sektor domestik (sebagai pekerja rumah tangga) dan 200.000 pekerjaan formal lainnya.
Selain itu, terdapat peningkatan gaji pekerja migran dari 1.200 riyal menjadi 1.500 riyal atau setara dengan Rp6,5 juta per bulan.
Para pekerja juga akan mendapatkan perlindungan asuransi kesehatan, jiwa, dan ketenagakerjaan.
Sebagai tambahan, pekerja migran Indonesia akan mendapatkan bonus perjalanan umrah setelah menyelesaikan kontrak kerja selama dua tahun.
Jika kuota pekerja ini terpenuhi, potensi devisa yang masuk ke Indonesia mencapai Rp31 triliun dari remitansi para pekerja migran.
Alasan Moratorium sejak 2015
Penghentian pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah pada 2015 dilakukan akibat meningkatnya kasus kekerasan, eksploitasi, hingga hukuman mati yang menimpa pekerja migran Indonesia.
Beberapa kasus eksekusi yang menjadi sorotan antara lain:
– Siti Zainab (2015) – Dituduh membunuh majikan, dieksekusi di Arab Saudi.
– Karni binti Medi Tarsim (2015) – Divonis hukuman mati atas kasus pembunuhan anak majikan.
– Tuti Tursilawati (2018) – Dihukum mati tanpa pemberitahuan resmi ke pemerintah Indonesia.
– Ruyati (2011) – Mengaku membunuh majikannya karena perlakuan buruk.
Moratorium diberlakukan untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri dan mencegah kasus serupa terulang kembali.
Langkah yang Harus Diperbaiki Sebelum Moratorium Dicabut
Sejumlah aktivis tenaga kerja menyebut bahwa sebelum membuka kembali pengiriman tenaga kerja, pemerintah harus memperbaiki sistem perlindungan pekerja migran.
- Penyaringan dan Pelatihan
Calon pekerja migran harus melalui uji keterampilan, tes psikologis, dan pelatihan sebelum diberangkatkan. - Sistem Data yang Terintegrasi
Pemerintah meluncurkan SISKOP2MI, sebuah sistem digital yang terhubung dengan platform Musaned dari Arab Saudi untuk memastikan pekerja yang dikirim memiliki data resmi dan legal. - Perlindungan Hak dan Transparansi
Organisasi hak asasi manusia, termasuk Human Rights Watch, menyoroti bahwa sistem perlindungan tenaga kerja di Arab Saudi masih perlu ditingkatkan, terutama dalam menghapus sistem kafala yang memberikan kekuasaan besar kepada majikan.
Tantangan di Lapangan
Meski sistem baru mulai diterapkan, banyak pekerja migran mengeluhkan bahwa mereka sering kabur dari majikan karena beban kerja yang tidak sebanding dengan gaji.
Selain itu, evaluasi uji coba program Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) dinilai tidak transparan dan kurang melibatkan organisasi pekerja migran.
Beberapa pegiat tenaga kerja juga menegaskan bahwa tanpa adanya sistem perlindungan yang berbasis hak asasi manusia dan responsif gender, pencabutan moratorium hanya akan memperburuk eksploitasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Kesimpulan
Baca Juga : Jadwal Libur Awal Puasa Ramadhan 2025 untuk Anak Sekolah Resmi Ditetapkan
Rencana pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi membuka peluang ekonomi baru bagi Indonesia, tetapi juga memunculkan tantangan besar terkait perlindungan hak dan kesejahteraan pekerja.
Pemerintah diharapkan dapat menerapkan kebijakan yang lebih ketat dan transparan untuk menjamin keselamatan para pekerja migran sebelum kebijakan ini resmi diberlakukan.