Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan adanya penyalahgunaan anggaran belanja program prioritas di daerah. Ia mengaku pernah menemukan kasus di mana anggaran yang seharusnya digunakan untuk program revolusi mental malah disalahgunakan untuk membeli motor trail.
“Ini yang luar biasa, judulnya adalah mengenai revolusi mental, saya telusuri terus ujungnya adalah membeli motor trail. Saya bilang ada hubungannya memang ya? Motor trail untuk jalan-jalan,” kata Suharso dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI yang disiarkan kanal YouTube Komisi XI DPRI, Kamis(13/6/2024).
Bukan hanya itu, Suharso juga mengungkapkan bahwa anggaran yang seharusnya digunakan untuk menurunkan stunting, justru digunakan untuk membenarkan pagar Puskesmas.
Baca Juga : Jokowi Resmi Rilis Perizinan Ormas Keagamaan Kelola Tambang
Temuan tersebut diketahui melalui aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (Krisna). Pemerintah daerah menggunakan aplikasi ini untuk mengusulkan program kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik kepada pemerintah pusat.
Dia menyatakan bahwa dia tidak memiliki kuasa atas sejumlah praktik tersebut karena peran Kementerian PPN/Bappenas sangat terbatas dalam pengalokasian APBN. Oleh karena itu, menurutnya, kewenangan kementeriannya harus diperbaiki.
“Karena pada akhirnya anggarannya tidak di kami, kami alokasi tapi anggarannya tidak di kami jadi kami cuma alokasi,” ucapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Suharso juga menyebutkan kota-kota di Indonesia yang menurutnya amorf alias tidak mempunyai bentuk yang jelas.
“Kota-kotanya itu enggak ada bentuknya. Kalau gitar itu kan ada bentuknya, gitar Spanyol gitu kan atau gitar listrik ada bentuknya. Kota-kota kita itu semakin hiruk pikuk dan semakin tinggi mobilitas penduduk di sana, dia semakin amorf,” ujarnya dalam acara Sustainable Development Goals (SDGs) Center Conference 2024 yang di pantau secara virtual, di Jakarta, Rabu (12/6/2024), dikutip dari ANTARA.
Dengan kota yang amorf, pembangunan sebuah kota tidak lagi di dasarkan pada masterplan, tetapi bergantung pada desakan-desakan ekonomi atau komersial.
Baca Juga : SEJARAH BARU, Pesawat Luar Angkasa China Berhasil Mendarat di Sisi Bulan
Pada tahun 1980-an, Suharso menceritakan pertemuannya dengan pengusaha properti Ciputra yang hendak membangun Bumi Serpong Damai (BSD) City menjadi kota hijau.
“Tapi, 1997-1998 ketika ekonomi Indonesia terganggu, lalu (mayoritas saham) BSD (di beli oleh perusahaan lain), saya bisa rasakan apa yang terjadi perubahannya, jauh dari angan-angannya beliau (Ciputra),” ujar Suharso.
Begitu pula dengan kawasan Pondok Indah yang di bangun oleh Ciputra dianggap telah amorf setelah tidak di kelola oleh pengusaha tersebut. “Setelah pindah dari Pak Ci (Ciputra) itu, saya tidak mengerti lagi di mana bentuk pinggang yang amorf dan enggak jelas itu. Gitar memiliki pinggang dan lekuknya, tetapi lekuknya tidak lagi terlihat,” kata Menteri PPN.