Jakarta (Lensagram) – Program pembinaan siswa bermasalah melalui pendekatan barak militer yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tengah menjadi sorotan publik. Program ini menuai kritik luas dan bahkan dilaporkan ke Komnas HAM karena dianggap melanggar prinsip hak asasi manusia.
Program yang diluncurkan awal Mei 2025 ini ditujukan untuk mendidik siswa dengan perilaku menyimpang melalui pelatihan ala militer. Tujuan utamanya adalah membentuk kedisiplinan dan karakter kuat bagi para siswa yang terlibat kenakalan remaja.
Namun, langkah ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Komnas HAM menyatakan keprihatinannya dan meminta agar Dedi Mulyadi meninjau ulang program tersebut. Menurut Komnas HAM, pendidikan karakter tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk pelatihan militer karena bisa menciptakan trauma dan bentuk kekerasan psikologis pada anak.
Baca Juga : Kata Dedi Mulyadi Pemabuk dan Preman Bakal Masuk Barak Militer Mulai Juni 2025? Simak Selengkapnya Disini!
“Melibatkan institusi militer dalam pendidikan anak-anak rentan menimbulkan pelanggaran HAM. Fungsi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif,” ujar Komisioner Komnas HAM.
Tak hanya Komnas HAM, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pemerhati pendidikan juga menyuarakan hal serupa. Mereka mengkhawatirkan pendekatan yang terlalu keras justru akan kontraproduktif terhadap perkembangan mental dan sosial siswa.
Di sisi lain, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa program ini merupakan bentuk “jalan tengah” untuk mengatasi kenakalan remaja yang semakin marak di wilayahnya. Ia menegaskan bahwa pelatihan dilakukan dengan pengawasan ketat dan dalam koridor pendidikan, bukan sebagai hukuman.
Meski begitu, kontroversi terus bergulir. Banyak pihak mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini, agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai perlindungan anak dan prinsip pendidikan inklusif.
Kesimpulan:
Kontroversi program “Barak Militer” Dedi Mulyadi membuka kembali diskusi tentang batasan dalam mendisiplinkan siswa bermasalah. Pendekatan yang keras bisa membawa dampak jangka panjang jika tidak disesuaikan dengan prinsip HAM dan perlindungan anak.
Baca Juga : 109 Bendera Ormas Diturunkan Polisi di Jakarta Pusat! Ada Apa Sebenarnya?