Jakarta (Lensagram) – Fakta-fakta baru terungkap dalam sidang kedua kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/4/2025).
Dalam persidangan, tiga saksi dihadirkan, yakni Camat Gayamsari yang juga mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto; Camat Genuk, Suroto; dan Camat Semarang Selatan, Ronny Cahyo Nugroho.
Apa saja fakta yang terungkap dalam sidang tersebut?
- Permintaan Dana Rp16 Miliar
Dalam persidangan, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, yang hadir sebagai saksi, mengungkap bahwa Alwin Basri—suami dari mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita)—meminta dana sebesar Rp16 miliar kepada sejumlah camat di Kota Semarang.
“Jumlah yang diminta oleh saudara Alwin adalah sebesar Rp16 miliar. Namun, beliau kemudian meralatnya menjadi minimal Rp16 miliar,” ujar Eko dalam persidangan.
“Saat itu sedang dilakukan upaya negosiasi, dan beliau hanya menyampaikan permintaan tersebut,” ujar Eko.
Dalam pertemuan tersebut, Eko mengaku sempat mencoba bernegosiasi bersama rekan-rekannya agar nilai anggaran yang diminta oleh Alwin dapat dikurangi.
“Kami mencoba mengusulkan agar nilainya menjadi Rp10 miliar, namun respons Pak Alwin tetap meminta Rp16 miliar,” ungkapnya.
2. Upaya Menghilangkan Jejak
Selain terkait permintaan dana sebesar Rp16 miliar, dalam persidangan Eko juga mengungkap bahwa dirinya diminta oleh Mbak Ita untuk membuang telepon genggam serta bukti transfer saat indikasi kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang mulai terendus.
“Instruksinya adalah agar nomor tetap digunakan, namun perangkatnya dibuang. Saat itu kemungkinan berkaitan dengan adanya pemeriksaan oleh KPK,” ujar Eko saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Eko mengungkap bahwa dirinya diminta oleh Mbak Ita untuk tidak menghadiri panggilan KPK di kantor BPK Jawa Tengah.
Dalam pertemuan itu, Mbak Ita juga memintanya tetap tenang karena situasi telah “dikondisikan.”
“Pokoknya tak usah datang,” ujar Eko menirukan perintah terdakwa.
3. Aliran Dana ke Sejumlah Instansi
Sidang yang digelar pada Senin (28/4/2025) mengungkap adanya aliran dana yang disebut sebagai “vitamin” ke sejumlah instansi. Dana tersebut berasal dari Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, dan disalurkan melalui Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, serta mantan Camat Gajahmungkur, Ade Bhakti.
Dalam keterangannya sebagai saksi, Eko menyebutkan bahwa sebagian dana tersebut mengalir ke Polrestabes Semarang dan kejaksaan.
Eko mengungkap bahwa dana diberikan ke kejaksaan melalui Kasi Intel dan ke Polrestabes Semarang melalui Kanit Tipikor.
Penyerahan dilakukan oleh Eko dan Ade Bhakti atas perintah Martono, yang juga menjalin komunikasi langsung dengan pihak instansi terkait.
4. Pengembalian Uang ke BPK
Camat Genuk, Suroto, mengaku diminta mengembalikan dana sebesar Rp614 juta ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.
Uang tersebut dikembalikan atas permintaan Alwin Basri, suami mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita).
“Ada temuan dalam pemeriksaan BPK terkait proyek aspal, dan yang harus dikembalikan adalah Rp614 juta,” kata Suroto dalam persidangan.
Uang dari para camat diserahkan ke Alwin, kemudian diteruskan oleh Mbak Ita ke BPK.
“Yang meminta Pak Alwin, dan yang menyerahkan Bu Wali (Mbak Ita),” ungkapnya.
Hal serupa disampaikan oleh Eko Yuniarto, Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang.
Eko mengungkapkan bahwa sejumlah camat di Kota Semarang juga diminta untuk mengembalikan sejumlah dana terkait temuan yang dikeluarkan oleh BPK.
Uang yang dikembalikan terkait proyek di beberapa kecamatan diatur oleh Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, yang kini menjadi terdakwa dalam kasus ini. Eko, sebagai Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, juga dipertemukan dengan Martono oleh Alwin untuk membahas proyek tersebut, yang kemudian mengarah pada temuan BPK.
“Kami tidak meminta uang tersebut, namun itu menjadi temuan di seluruh kecamatan, termasuk uang kontrak pengadaan langsung. Meskipun sudah tercantum dalam anggaran, kami tetap diminta untuk mengembalikannya,” ujar Eko.
Sumber :
https://regional.kompas.com/read/2025/04/29/054600578/kasus-korupsi-mbak-ita–permintaan-ua