Jakarta (Lensagram) — Revisi Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini mendekati final — dan ternyata, perubahan ini membawa sejumlah hal positif yang mungkin belum banyak diketahui publik.
Pertama, KUHAP baru memperkenalkan mekanisme restorative justice untuk beberapa jenis perkara pidana.
Dengan mekanisme ini, penyelesaian kasus dapat dilakukan di luar pengadilan jika memenuhi syarat — sehingga korban dan pelaku bisa berdamai tanpa proses panjang.
Kedua, KUHAP baru lebih jelas dalam mengatur siapa saja penyidik yang diperbolehkan — misalnya penyidik dari PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) atau instansi lain selain Polri.
Dengan demikian, penegakan hukum bisa lebih fleksibel dan sesuai karakteristik kasusnya.
Baca Juga : Tak Disangka! Ini Alasan Kenapa Porsi MBG Bisa Tembus 2 Miliar
Selanjutnya, perubahan ini diharap memberi perlindungan lebih untuk hak asasi manusia (HAM) dan menjalankan asas Due Process of Law dalam seluruh proses penyidikan dan penuntutan.
Tetapi tentu saja, meskipun ada poin-positif, risiko tetap nyata. Beberapa pihak mengingatkan agar implementasi KUHAP baru dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak muncul penyalahgunaan wewenang.
Dengan demikian, KUHAP baru bisa menjadi angin segar bagi sistem peradilan pidana di Indonesia — jika seluruh perubahan dijalankan secara adil, transparan, dan konsisten.
Baca Juga : Banjir Bandang Sisakan Rangka Baja, Respons Prabowo di Lokasi Bikin Warga Tak Menyangka!
![]()












