Bolehkah Poligami Dalam Perkawinan di Desa Kanekes Suku Baduy ?

Ratna seorang warga asli suku baduy yang menjalani kehidupannya dengan berbagai kegiatan yang mencerminkan keberlanjutan budaya dan tradisi suku baduy tersebut. Kebijakan poligami dalam perkawinan di Desa Kanekes.

Ratna mengisi kesehariannya dengan berjualan, menenun kain, dan jika ada waktu luang, terlibat dalam kegiatan ke ladang. Tanaman padi menjadi penting di Suku Baduy karena mereka tidak boleh menggiling padi, melainkan harus menumbuknya.

Penghasilan ratna sendiri berasal dari penjualan kerajinan tangan seperti songket, adu mancung, dan tenun. Kerajinan tenun seperti suat songket, dan adu mancung memiliki nilai tersendiri karena memerlukan waktu keterampilan selama 2 bulan untuk menyelesaikannya.

Selain kerajinan tenun di suku baduy juga terdapat kerajinan tekok batok dan gelas yang terbuat dari bambu hitam.

Ratna tidak selalu memiliki pendapatan yang tetap setiap bulannya, namun ketika mendapatkan penghasilan besar, Ratna dan masyarakat Baduy biasanya menyimpan dalam bentuk emas atau perhiasan sebagai tabungan pribadi.

Masyarakat baduy memiliki cara sendiri dalam menabung yang mencerminkan kearifan lokal mereka.

Suku Baduy terlibat dalam tradisi acara kawaludan lebawan ngalaksa saat panen padi. Kemudian, mereka berpuasa selama 3 bulan dengan 1 hari puasa setiap bulan, total 3 hari selama 3 bulan.

Masyarakat Suku Baduy melangsungkan pernikahan sesuai dengan kemampuan pengantin, dan jika mampu, mereka merayakannya dengan tradisi kesenian selama 2 hari 2 malam.

Sistem penjodohan di suku baduy bervariasi antara baduy luar dan baduy dalam. Di Baduy dalam, mereka menerapkan kebijakan ketat perjodohan dan prinsip satu pasangan seumur hidup, sehingga tidak ada izin untuk bercerai. Di sisi lain, di Baduy luar, warga memiliki kebebasan memilih pasangan dan boleh bercerai, meskipun poligami tidak diizinkan.

Ratna berharap suku Baduy dapat lebih maju, terutama dengan kunjungan wisatawan yang dapat mendukung para pedagang di desa.