Jakarta (Lensagram) – Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, menghadapi sorotan tajam dari publik terkait penggunaan istilah “rakyat jelata” dalam pernyataannya.
Istilah ini menunjukkan tanggapan Adita terhadap kasus yang melibatkan Gus Miftah Maulana Habiburrahman, yang dituding menghina pedagang es teh bernama Suhaji.
Adita mengungkapkan bahwa istilah “rakyat jelata” digunakan sesuai dengan definisi yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menurut KBBI, “rakyat jelata” berarti rakyat biasa atau masyarakat umum, yang mencakup seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
“Penggunaan istilah ini Merujuk pada makna yang sesuai dengan bahasa resmi kita.
Tidak ada maksud untuk menyinggung siapa pun,” jelas Adita.
Baca Juga : Video Viral Gus Miftah Disebut Sebut Penjual Es Teh “Goblok”, Gus Yusuf dan Habib Yahya Beri Klarifikasi
Namun, meskipun istilah tersebut memiliki arti yang jelas secara kebahasaan, sebagian masyarakat merasa penggunaan diksi ini kurang tepat.
Ada yang menganggap istilah tersebut bernuansa negatif, terutama dalam konteks pernyataan publik yang mencakup masyarakat kecil seperti pedagang.
Respons Publik dan Sensitivitas Pilihan Kata
Kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya sensitivitas dalam memilih kata, terutama bagi pejabat publik.
Pilihan kata yang kurang hati-hati dapat menimbulkan persepsi negatif, bahkan jika maksud awalnya tidak demikian.
Penggunaan kata “Rakyat Jelata”, rakyat sekarang lebih mengutamakan konotasi yang jelas dan menegaskan keseluruhan.
Maka hal ini berbeda dengan definisi formal yang netral
Sementara itu, reaksi di media sosial menunjukkan banyak masyarakat yang merasa setuju dengan pernyataan tersebut.
Tagar seperti #RakyatJelata dan #KomunikasiPublik pun sempat menjadi tren, mencerminkan tingginya perhatian masyarakat terhadap isu ini.
Adita Janji Lakukan Introspeksi
Menangapi kontroversi ini, Adita berjanji untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata saat menyampaikan pernyataan resmi.
Ia juga mengakui bahwa pergeseran makna dalam penggunaan istilah tertentu sering kali menjadi tantangan dalam komunikasi publik.
penyalahartian atau pergeseran makna dalam penggunaan kata telah banyak terjadi.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Adita juga menyampaikan permintaan maaf masyarakat yang merasa tersinggung oleh penggunaan istilah tersebut.
Ia menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menjelaskan siapa pun dalam pernyataannya.
Pelajaran bagi Komunikasi Publik
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kepekaan terhadap pilihan kata dalam komunikasi publik, terutama di era digital.
Baca Juga : Sidang Isbat Nikah Rizky Febian dan Mahalini Ditolak, Ini Alasannya
Perkataan yang dianggap kurang tepat dapat dengan cepat menyebar dan mempengaruhi opini masyarakat, sehingga penting bagi pejabat publik untuk mempertimbangkan dampak dari setiap kata yang mereka gunakan.
Kontroversi ini juga membuka ruang diskusi tentang bagaimana masyarakat memandang istilah-istilah tertentu, terutama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat kecil.
Bagaimanapun, penghormatan terhadap semua golongan masyarakat tetap menjadi prioritas utama dalam membangun komunikasi yang inklusif dan efektif.