Pengungkapan kasus Penangkapan PNS dan Petani perdagangan kulit harimau tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) yang di lakukan dengan cara menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang di lindungi merupakan wujud komitmen Polda Aceh dalam menjaga ekosistem alam.
“Pengungkapan kasus perdagangan satwa di lindungi, khususnya harimau Sumatera, mencerminkan komitmen Polda Aceh dalam menjaga ekosistem alam,” kata Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko, dalam konferensi pers di Polda Aceh, Senin (22/1/2024).
Penangkapan PNS dan Petani Perdagangan Kulit Harimau atau penegakan hukum ini bukan merupakan tujuan utama. Namun, ini sebagai pengingat bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem menjadi perhatian serius kita semua.
Ia juga menyampaikan, bahwa penyidik masih bekerja untuk mengungkap jaringan yang terlibat dalam kasus tersebut, agar semua terang benderang baik pemburu, penjual, maupun penampung satwa tersebut.
Baca Juga : Pukat Harimau Membunuh Nelayan Kecil
Achmad Kartiko berterima kasih kepada masyarakat yang memberikan informasi, memudahkan polisi mengungkap dan menangkap penjual satwa di lindungi. Direskrimsus Polda Aceh, Kombes Winardy, menambahkan bahwa dua pelaku, KDI (48) dan MHB (24), berhasil di tangkap di Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Ia menjelaskan, KDI merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu kantor camat di Aceh Timur, sedangkan MHB adalah anak kandung dari KDI.
Winardy merinci bahwa proses pengungkapan ini di mulai dari penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Unit 2 Subdit IV Tipidter. Penangkapan di lakukan setelah mendapat informasi dari masyarakat mengenai rencana transaksi atau perdagangan tersebut.
Baca Juga
Winardy dengan jelas memaparkan peran serta modus operandi dari tindak pidana tersebut. KDI, sebagai pemilik, dan MHB, sebagai supir yang turut membantu membawa barang bukti, menjadi pusat fokus dalam pengungkapan ini. Semua barang bukti yang terkait dengan kejahatan tersebut berhasil di temukan di dalam mobil yang mereka gunakan. Dalam menjalankan modusnya, mereka di ketahui menunggu penawar dengan harga tertinggi melalui jaringan kriminal yang telah terbentuk.
“Modusnya, pelaku ini menunggu penawar dengan harga yang lebih tinggi melalui jaringan. Barangnya di tampung di Medan. Dan itu masih kami profiling. Ini akan kita kejar dari hilir ke hulu, mulai penyedia sampai pemesannya,” ungkap Winardy.
Pelaku kedua akan di dakwa dengan Pasal 21 ayat (2) huruf b dan d, bersamaan dengan Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 55 ayat (1) ke-I KUHPidana. Ancaman hukuman yang dapat di terima adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 juta.