Jakarta ( Lensagram ) — Isu mengenai gaya kepemimpinan satu arah kembali mencuat ke publik, kali ini menyoroti sosok politikus senior Dedi Mulyadi. Beberapa organisasi masyarakat (ormas) Islam secara terbuka menyampaikan kritik tajam terhadap pendekatan Dedi dalam menjalankan peran kepemimpinan, terutama di tingkat daerah.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan oleh perwakilan ormas Islam di Jawa Barat, mereka menilai bahwa gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi cenderung bersifat top-down. Menurut mereka, model kepemimpinan semacam ini dapat menghambat partisipasi masyarakat dan melemahkan semangat musyawarah yang menjadi ciri khas sistem demokrasi Indonesia.
Kritik Ormas Islam: Teguran untuk Semua Pemimpin
“Ketika seorang pemimpin terlalu dominan dan enggan menerima masukan, maka ada potensi bahaya dalam pengambilan keputusan. Demokrasi bisa tergelincir menjadi otoritarianisme,” ujar Ustaz R. Maulana, salah satu tokoh ormas Islam dalam konferensi pers di Bandung.
Lebih lanjut, ormas Islam juga menekankan pentingnya keterbukaan dan pelibatan masyarakat dalam setiap kebijakan publik. Mereka meminta agar Dedi Mulyadi lebih terbuka terhadap kritik dan saran dari berbagai kalangan, termasuk ulama dan tokoh masyarakat.
Baca Juga : Tak Disangka, Ini Alasan Gibran Puji Prabowo Bisa Gandeng Pendahulu!
Dedi Mulyadi: Saya Terbuka untuk Dialog
Menanggapi kritik tersebut, Dedi Mulyadi mengaku siap untuk berdialog. Dalam wawancara singkat di kawasan Purwakarta, ia menyatakan bahwa dirinya selalu berusaha mendengarkan suara rakyat.
“Saya menghargai setiap masukan, termasuk dari ormas Islam. Kepemimpinan yang baik itu harus bisa menyeimbangkan ketegasan dan kebijaksanaan,” ujar Dedi.
Ia juga menegaskan bahwa segala kebijakan yang ia ambil selalu bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas dan berdasarkan asas keadilan.
Pakar Politik: Waspadai Gaya Kepemimpinan Satu Arah
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Irwan Santoso, menilai bahwa kritik dari ormas Islam merupakan sinyal penting. “Gaya kepemimpinan satu arah memang kerap muncul dalam politik lokal, dan itu bisa berdampak pada berkurangnya kontrol publik. Kritik semacam ini perlu dijadikan bahan evaluasi,” katanya.
Ia menyarankan agar para pemimpin, termasuk Dedi Mulyadi, membangun lebih banyak ruang partisipatif agar keputusan yang diambil bisa mewakili aspirasi masyarakat.
Kesimpulan: Saatnya Evaluasi Gaya Kepemimpinan
Sorotan dari ormas Islam terhadap Dedi Mulyadi menjadi cermin penting bagi semua pemimpin di Indonesia. Dalam era demokrasi yang terus berkembang, partisipasi masyarakat harus menjadi pilar utama dalam setiap kebijakan.
Kepemimpinan yang mengabaikan dialog dan masukan hanya akan memperlebar jurang antara pemerintah dan rakyat. Maka, sudah saatnya semua pihak duduk bersama untuk mencari solusi yang inklusif dan berkeadilan.
Baca Juga : Wapres Gibran Geram? Ini yang Ditemukan Saat Kunjungi Sekolah Rakyat!